Hijrah versi 2.0
Assalamualaikum ibu,
Apakabar? Mudah-mudahan selalu sehat ya.
Saya tertarik untuk membahas tema ini karena di line tudey saya banyak sekali berita terkait hijrahnya artis ini muncul. Heboh karena si artis kemudian kembali ke dunia entertainment yang dianggap dunia penuh maksiat dan hasil rupiah yang didapatkan dari dunia entertain adalah haram dan penuh cacat.
Saya jadi tergelitik untuk membahas definisi kata hijrah menurut saya pribadi. Tentu kita boleh berbeda pendapat mommies, karena bagaimanapun kita mempunyai pola pikir dan pengalaman yang berbeda dalam menyikapi suatu fenomena.
Hijrah berasal dari kata hadjara yang mempunyi banyak makna diantaranya menyingkiri sesuatu, menjauhkan diri, memisahkan diri dari sesuatu,berpindah dari, dll. Sedangkan menurut kamus besar bahasa indonesia, hijrah bermakna:
hij·rah 1n perpindahan Nabi Muhammad saw. bersama sebagian pengikutnya dari Mekah ke Medinah untuk menyelamatkan diri dan sebagainya dari tekanan kaum kafir Quraisy, Mekah; 2v berpindah atau menyingkir untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik dengan alasan tertentu (keselamatan, kebaikan, dan sebagainya)
Itu semua adalah definisi yang sangat teoritis. Disini saya akan membahas makna hijrah yang lebih praktis.
Hijrah menurut saya adalah perpindahan secara sadar, bertahap dan sustainable atau berkelanjutan dari satu keadaan yang satu kepada kepada keadaan yang lain yang jauh lebih baik dari sebelumnya.
Berkenaan dengan fenomena banyaknya artis yang hijrah dengan berhijab lebar memanjangkan jenggot dan lain lain, saya sepenuhnya tidak menyalahkan.
Dalam benak saya hijrah itu tidak hanya tampilan luar atau simbol semata. Untuk yang pernah belajar semiotika pasti paham, bagaimana simbol itu begitu dimainkan guna mendapat atensi,pembenaran bahkan tujuan propaganda (saya tidak akan bahas karena akan panjang ttg semiotika ini,dan lagipula saya rada lupa materi kuliah jaman baheulak ini😜😆).
Hijrah bermakna intrinsik dan extrinsik. Daripada kita sibuk mementingkan tampilan, saya lebih setuju untuk mengolah sisi intrinsiknya; ilmu dan akhlak lebih dahulu, baru baju, baru tampilan, baru profesi, baru prestasi dan lain lain. Meskipun saya tetep menghormati jikalau ada yang berpendapat bahwa berhijab lebar dulu baru akhlak baiknya menyusul. Toh saya pun dulu demikian. Saya sekarang juga tidak mengklain bahwa saya sudah berhijrah 100%, akhlak saya juga masih kocar kacir, bahkan saya mengkategorikan diri sebagai orang yang baru pada level pemahaman belum pada pelaksanaan.
Yang perlu digarisbawahi di sini adalah islam itu fleksibel, saya kurang sependapat jika ada yang dengan mudah menghalalkan, mengharamkan, mengkafirkan, mendeskriditkan, menjudgment orang lain yang berbeda pemahaman. Kalaupun memang haram bukankah bisa disampaikan dengan cara yang baik. Karena halal dan haram pun kalau kita telaah punya dua makna; halal secara fisik dan metafisik atau hakikat. Misalkan saja ayam, ayam secara fisik halal tapi ketika disembelih tanpa menyebut nama Allah dan didapat dari mencuri, maka hakikatnya ayam menjadi haram. Dari pemahaman simple ini kita bisa mengambil ibrah bahwa kita tidak boleh sembarangan mengklaim atau menjudgment rizki orang lain itu halal atau haram, karena banyak sekali faktor yang bisa merubah hakikat kehalalan dan keharamannya. So, apakabar sertifikasi halal MUI?! (Wah bisa panjang ceritanya nanti mommies)😆😜😜😜.
Tak perlulah muluk muluk bicara tentang hijrah, bisa hijrah dari yang tadinya malas membaca dan menulis menuju rajin baca dan nulis saja, saya sungguh sangat bersyukur. Yang penting di sini adalah istiqomah atau sustainable.
Bagi saya hijrah yang indah adalah hijrah yang bertahap, tidak ujug2 syar'i, pelan pelan,fleksibel, memanusiakan manusia yang notabene bukan malaikat dan akan terus melakukan kesalahan, hijah yang tidak ekstrem dan berproses hingga ajal menjemput. Bukankah Allah menyukai yang sedang sedang saja ibu, bukan yang berlebihan?bukahkah Allah menciptakan bumi seisinya juga bertahap?
Hijrah bagi saya bukan hasil, ia adalah proses panjang yang terus bergerak,tidak jumud tidak pula kaku. Itulah hijrah 2.0.
Bunda Nisa